LIGA 1: Lagi dan lagi, kabar duka setelah pertandingan sepak bola harus terjadi, kali ini tragedi sepakbola berdarah terjadi di Kanjuruhan Kota Malang tatkala Arema dipecundangi Persebaya dikandang sendiri.
Saling serang saling menyalahkan dan saling mencari pembenaran pasca tragedi berdarah seolah sudah menjadi hal biasa, Pihak klub, panitia pertandingan, suporter, pihak keamanan, seolah berebut mencari panggung mencari pembenaran dan tidak mau disalahkan. Tapi ada satu pihak yang adem ayem seolah tidak tersentuh seolah tidak bersalah siapa coba? Ya pemegang hak siar.
Mengutip berita yang beredar beberapa waktu sebelum pertandingan pihak keamanan sudah bersurat untuk memajukan jadwal menjadi siang hari, namun pihak PT tidak menggubris karena apa??apalagi karena hak siar partai besar dijam mahal yaitu malam hari mereka egois demi keuntungan iklan tidak mau merubah jam siaran.
Dari sisi klub dan Panpel sepertinya pihak terkait sengaja menjejali stadion dengan penonton demi mencari keuntungan dari penjualan tiket, memang benar biaya liga 1 mahal tapi apakah harus dengan menumbalkan suporter kalian sendiri? Sepertinya suporter tidak ada harganya dimata klub.
Pihak pengamanan, apakah harus menembakan gas air mata ke arah penonton yang berada di tribun?bukannya yang melakukan perusakan dan perlawanan itu berada dibawah dilapangan?
Begitu juga dari sisi suporter, ayolah kawan sudah saatnya fanatisme berlebihan dikurangi, apa harus sampai melakukan perusakan, apa harus mengejar pemain baik pemain sendiri ataupun pemain lawan, berdalih meruntuhkan mental lawan kita sering dengar cacian terhadap klub dan bahkan pemain didalam stadion stadion negri kita.
Sepakbola hanya hiburan yang seharusnya dinanti dengan kebahagiaan , dinikmati dengan kebahagiaan dan diakhiri dengan kebahagiaan, ini hanya HIBURAN bukan ajang adu kekebalan, bukan pula ajang saling menghantam satu sama lain. Apakah tidak cukup korban korban terdahulu, apa tidak cukup sepakbola dipermainkan mafia bola, masih kurang juga sepakbola dinodai oknum pengadil lapangan? Kita semua sepakat ingin sepakbola Indonesia kejenjang yang lebih tinggi tapi tidak dengan cara seperti ini.
Bukankah kita bermimpi yang sama suatu saat kita mendengarkan lagu kebangsaan kita berkumandang disepakbola Asia,bahkan dunia? Atau itu hanya bualan dan cita cita palsu kalian saja? Apabila sepak bola masih seperti ini kasihan adik, anak anak muda kita yang masih mempunyai mimpi besar untuk bisa berkiprah di dunia kulit bundar.
Kita tidak tahu derama apalagi yang akan diterima sepakbola Indonesia kedepan, yang pasti semoga Derama yang menyuguhkan kebahagiaan bagi penikmatnya, menyajikan keindahan bermain bola, menyajikan kebersamaan, yang paling besar dari semua mimpi ini melihat putra putra terbaik dari seluruh pelosok negeri mengirimkan wakilnya untuk membela lambang Garuda didada, mengibarkan merah putih, menyanyikan lagu Indonesia raya bersama distadion kebanggaan.
Diakhir penulis berharap semoga tragedi Kanjuruhan menjadi tragedi terakhir, semoga menjadi tonggak kebangkitan persaudaraan antar supporter, menambah kedewasaan bagi para pendukung, menjadi pelajaran penting bagi semua element sepakbola tanah air.